Selamat datang di blog sederhana Nel@vie Online. Mengulas berbagai topik seputar Aceh, berita, wisata, adat, budaya, sejarah, galeri foto dan keindahan dalam sastra dan cerita. Kenali lebih dekat, telusuri lebih dalam, dan maknai dalam kehidupan. Semoga informasi yang tersedia dapat menambah wawasan pembaca.
Selamat Membaca!

Jumat, 02 November 2012

Love is Sex? Think Again!

Oleh: Nela Vitriani

“Yank, udah makan? Bentar lagi aku jemput ya yank. Aku kangen nih” kata seorang remaja pria melalui telpon genggamnya yang tengah mengendarai sepeda motor. Bila diterka umurnya kira-kira masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Kalau kamu cinta sama aku, buktikan donk!” ungkap seorang lelaki yang baru beranjak SMA.
“Buktiin dengan cara gimana?” sahut sang pacar.
Making Love (ML)” jawabnya singkat.
Ungkapan-ungkapan di atas sudah menjadi hal biasa bagi remaja saat ini. Usia yang masih tergolong sangat belia namun tindakan dan pengalaman mereka jauh melebihi orang dewasa. Sungguh miris dan menyedihkan. Gaya pacaran yang sudah melewati batas syariat menjadi tren dikalangan remaja, malah sudah menjadi semboyan “Gak pacaran, gak gaul. Gak pacaran, gak laku!”. Sehingga banyak remaja terjerumus dalam pengertian “pacaran” yang semakin hari semakin meresahkan para orang tua. Lagi-lagi, remaja putri yang menjadi korban ketika ‘pacaran’ yang dilakukan melebihi batas kewajaran dan syariah agama, sehingga berujung pada married by accident.
Menjadi istilah yang dibuat dengan bahasa santun, married by accident yang secara bahasa diartikan ‘menikah karena kecelakaan’, menjadi ‘tameng’ untuk menutupi aib dan hal negatif yang dilakukan oleh remaja dalam tingkat usia yang belum matang untuk menikah. Dalam arti kata, akibat salah kaprah dalam pacaran, melakukan hubungan seks yang seharusnya dilakukan setelah menikah, malah berujung pada kehamilan yang tidak diinginkan. Lagi-lagi perempuan menjadi pihak yang disalahkan, menanggung malu dihadapan masyarakat, dan beban psikologis yang berkepanjangan. Belum lagi bila diterapkan hukum syariah agama yang berlaku di bumi Serambi Mekkah, Aceh.
Remaja gemar menggambarkan fenomena cinta yang baru mereka kenal melalui pergaulan, teman, dan lingkungan tempat mereka beraktivitas. Perkembangan zaman juga memberikan peluang yang besar untuk mereka mengenal makna cinta di luar koridor kewajaran. Seperti kemajuan teknologi yang kian berkembang, digunakan untuk mencari informasi yang berlebihan mengenai hubungan cinta, media-media yang tidak tersaring, pemahaman remaja yang dangkal, sehingga berujung pada hubungan seks yang terlarang yang justru membawa dampak atau pengaruh yang buruk untuk masa depan mereka.
Mental remaja yang ‘galau’ sering kali menjadikan mereka berfikir singkat mengagungkan kata ‘cinta’ melebihi orang dewasa. Sementara bimbingan orang tua terkadang lemah dan lepas kendali untuk memantau pergaulan anak-anaknya. Sibuk dengan pekerjaan, tidak ingin terlalu mengekang anak, memberikan waktu yang terlalu bebas kepada anak, dan tidak adanya pemahaman agama yang baik yang dapat diajarkan kepada anak, menjadi faktor terjadinya married by accident.  Selain itu, bagi kebanyakan orang tua, menjelaskan tentang hubungan seks dan akibat yang ditimbulkan dari seks, menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan kepada anak-anak mereka, yang justru berakibat fatal kepada remaja karena mendapat pengetahuan melalui cara dan jalan yang salah.
Pengertian “seks” tidak melulu berujung pada hal yang tabu, tetapi hal-hal kecil yang dengan mudah dapat saja menjerumuskan remaja, ada baiknya diberikan pemahaman yang dalam, baik secara psikologis dan juga pandangan agama. Misalnya menyentuh, mencumbu, memeluk, dan mengungkapkan kata cinta juga sudah termasuk dalam kategori ‘seks’. Hal ini perlu dilakukan agar remaja tidak salah dalam bersikap dan bergaul, sehingga jati diri, mental, dan prestasi mereka tetap terjaga. Apa saja batasan-batasan yang diperbolehkan agama dalam mengenali dan berhubungan dengan lawan jenisnya, mengapa perlu adanya batasan, dan apa makna pacaran sesungguhnya? Seharusnya para orang tua memberikan pengertian kepada anak mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut, tapi banyak di antara orang tua tak memahami soal ini.
Sekolah menjadi media pembelajaran yang seharusnya dapat memberikan pemahaman yang baik mengenai ‘seks’. Pelajaran sekolah membahas sebab dan akibat yang akan ditimbulkan dari hubungan seks, namun jarang sekali guru membawa hal tersebut kedalam pemahaman yang baik melalui ilmu pengetahuan, agama dan psikologis. Sebagai contoh, pelajaran mengenai alat reproduksi manusia dalam mata pelajaran biologi di sekolah dapat diarahkan kepada pemahanan ilmu dan agama tentang proses penciptaan manusia. Bagaimana manusia diciptakan oleh Allah swt. hanya dari setetes mani yang hina kemudian menjadi seorang bayi yang putih tanpa dosa, ayat-ayat Al-qur’an  yang menjelaskannya, dan apa dampaknya ketika manusia itu melanggar dan melakukan hubungan seks diluar syariah. Misalnya, ketika remaja melakukan hubungan seks bebas kemudian ia hamil, apakah sang pacar mau bertanggung jawab atas perbuatannya? Atau bagaimana nantinya ketika kehamilan makin membesar tapi belum ada persiapan untuk menikah? Atau siapkah jika dikucilkan dan dicemooh oleh masyarakat? Atau bagaimana nantinya nasib si jabang bayi dengan garis keturunan yang tidak jelas? Atau dengan pertanyaan yang lebih ekstrim, apakah si jabang bayi akan hidup atau mati? Banyak kasus yang saat ini ditemui, bayi-bayi yang tanpa dosa dibuang oleh orang tuanya yang tak bertanggung jawab, ada yang ditemukan warga dalam keadaan hidup bahkan ada yang ditemukan dalam keadaan meninggal. Semua dapat menjadi pembelajaran yang baik bagi remaja ketika disertakan pemahaman ilmu pengetahuan dan Al-qur’an dalam pelajaran tersebut.
Tidak ada yang dapat disalahkan ketika kasus hamil di luar nikah telah terjadi di saat remaja, orang tua, dan lingkungan sekitarnya tidak memberi pemahaman tentang batasan dalam pergaulan. Sudah bukan jamannya pacaran ala free sex yang ujung-ujungnya membawa kepada perilaku yang buruk. Saatnya merubah pergaulan kembali dalam syariah yang ditetapkan Tuhan, karena Ia yang menciptakan dan mengetahui jalan terbaik agar hubungan dan garis keturunan terjaga. Sehingga impian setiap insan untuk bersatu dengan belahan jiwanya melalui jalan yang mulia dapat terwujud, menikah atas nama syariah atau married by syariah.

(Tulisan ini pernah terbit di majalah POTRET edisi 62 halaman 16-17, November 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar