(Putroe Phang)
Saat saya mengunjungi objek wisata taman Putroe Phang yang berada di tengah kota Banda Aceh
yang juga berdekatan dengan Gunongan (yaitu tempat mandinya
sang Puteri yang berasal dari Pahang), sangat memancing rasa
penasaran saya mengenai cerita tentang sang puteri ini. Puteri
yang berasal dari tanah Melayu yang mampu memikat hati Sultan Aceh yang
termasyur yaitu Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam yang memerintah pada tahun
1016-1045 H (1607-1636 M). Dari peninggalan sejarah yang ada, betapa megahnya
Aceh pada masa itu. Gunongan yang sengaja dibangun oleh Sultan Iskandar Muda yang
melambangkan wujud cintanya kepada Putroe Phang, yang hingga kini pun bangunan
tersebut masih dapat dilihat dan dinikmati oleh masyarakat Aceh maupun
wisatawan yang berkunjung ke objek wisata ini. Bagaimanakah ceritanya dan
bagaimana pula bermula seorang puteri yang berasal dari negeri Pahang dapat
menetap di Aceh sekaligus dipersunting oleh seorang Sultan Aceh yang cukup
terkenal pada masa itu? Darimanakah kisah cinta itu berawal? Sungguh sangat
membuat saya penasaran ketika menelusuri situs sejarah Gunongan tersebut. Namun,
rasa penasaran itu sedikit terbayar ketika saya membaca sebuah hikayat yang
menceritakan tentang kehadiran sang puteri ke tanah Aceh yang saat itu berada
di bawah kekuasaan Sultan Aceh yang bijaksana. Hikayat tersebut terkenal dengan
sebutan Hikayat Maleem Dagang yang
merupakan sebuah karya sastra Melayu-Aceh yang sangat terkenal. Hiyakat ini
diceritakan kembali oleh A. Hasjmy dalam kisah Puteri Pahang Dalam Hikayat Maleem Dagang (Armada Cakra Donya Mara ke
Malaka). Berikut kisahnya:
Ilustrasi Istana Sultan Iskandar Muda Aceh |
Bermula dari kisah dua raja
bersaudara di Semenanjung Tanah Melayu, bernama Raja Raden dan Raja Si Ujud.
Keduanya masih belum memeluk Islam. Kedua raja tersebut berselisih karena
memperebutkan seorang puteri cantik yang bernama Puteri Pahang -yang sebenarnya bernama asli Puteri Kamaliah yang berasal dari Pahang, Malaysia- yang ketika
berada di Tanah Aceh dikenal dengan nama Putroe
Phang. Untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, kedua raja itu sepakat
untuk berangkat ke Tanah Aceh dan menyerahkan perkaranya kepada Sultan Aceh,
karena telah luas tersiar kabar bahwa di sana sedang memerintah seorang raja
yang sangat adil dan bijaksana, bernama Sultan Iskandar Muda.
Raja Raden bersama Puteri
Pahang (Putroe Phang) berangkat terlebih dahulu. Sesampainya di Banda Aceh,
mereka memohon agar Sultan Iskandar Muda meng-islam-kan (mengsyahadatkan)
keduanya. Setelah mereka masuk Islam, Puteri Pahang menyerahkan dirinya kepada
Iskandar Muda untuk dijadikan permaisuri, dan kemudian Raja Raden dinikahkan
dengan adik Iskandar Muda.
Raja Raden kemudian diberi
kedudukan yang layak dalam kerajaan Aceh Darussalam. Sedangkan Puteri Pahang
telah menjadi permaisuri penghuni Istana Darud Dunia di ibukota kerajaan, Banda
Aceh, karena permaisuri pertama Sultan Iskandar Muda yang bernama Puteri Sani Sendi Istanan telah wafat.
Tak seberapa lama kemudian,
datanglah Raja Si Ujud ke Banda Aceh dan didapatinya Raja Raden dan Puteri
Pahang telah memeluk Islam, bahkan yang lebih membuatnya murka yaitu Puteri
Pahang telah menjadi permaisuri Iskandar Muda. Akibat dari kemarahannya yang sangat
memuncak, Raja Si Ujud mulai melakukan pengacauan di Banda Aceh, seperti
merampok, membunuh, memperkosa, dan membakar rumah-rumah rakyat. Setelah puas
melalukan pengacauan di daratan, Raja Si Ujud bersama tentaranya kembali ke
armadanya dan dalam pelayaran menuju markas besarnya di Goa (pusat kekuasaan
penjajah Portugis di daerah India), ia menyerbu pantai-pantai tanah Aceh
sepanjang Selat Malaka dan membajak kapal-kapal niaga Aceh yang didapatinya.
Perampokan dan pengacauan
yang dilakukan oleh Raja Si Ujud sangat memancing kemarahan Sultan Iskandar
Muda, Raja Raden, dan juga Puteri Pahang. Kemarahan dan ketekadan Iskandar Muda
untuk memerangi Raja Si Ujud, dikuatkan oleh Raja Raden dan Puteri Pahang yang
juga merasa aib oleh perbuatan keji Raja Si Ujud. Untuk keperluan pengejaran
Raja Si Ujud, Sultan Iskandar Muda mengadakan persiapan-persiapan, antara lain
pembuatan kapal-kapal perang baru, dan pembentukan pasukan-pasukan khusus.
Mesjid Raya Baiturrahman pada masa Sultan Iskandar Muda |
Ada sebuah kisah menarik
terjadi pada masa persiapan gegap gempita yang dilakukan oleh Sultan Iskandar
Muda pada waktu itu. Terjadi satu ‘peristiwa perlambang’ yang memerlukan
kesungguhan untuk memahaminya. Dikisahkan, terdamparnya sebuah pohon kayu
raksasa di pantai Kuala Aceh yang bentuk dan besarnya tidak pernah dijumpai di
hutan belantara Aceh. Kepada Sultan Iskandar Muda kayu raksasa itu menceritakan
bahwa dia adalah kayu dari “tanah seberang” yang telah dipotong oleh pasukan
Raja Si Ujud untuk bahan pembuatan kapal perang yang akan digunakan untuk
menaklukkan Aceh, dan “raja kafir” itu pun sedang mengadakan
persiapan-persiapan raksasa untuk mara ke Aceh. Konon berdasarkan kisah, pohon
kayu raksasa itu tidak rela dirinya digunakan oleh Raja Si Ujud untuk
menaklukkan Aceh yang telah memeluk Islam. Karena itu, ia pergi ke Aceh dan
memohon kepada Sultan Iskandar Muda untuk menjadikannya sebagai bahan utama
pembuatan sebuah kapal raksasa.
Anjuran “Jin Islam” yang
menjadi ‘juru bicara’ pohon raksasa itu diterima Sultan, dan dalam waktu yang
relatif singkat, menjelmalah pohon raksasa itu menjadi sebuah kapal perang
raksasa yang diberi nama Cakra Donya,
hatta Armada Aceh yang berangkat ke Tanah seberang untuk mengejar Raja Si Ujud
yang dinamakan Armada Cakra Donya.
Ketika Sultan Iskanda Muda
hendak berlayar dengan Armada Cakra Donya, terjadilah dialog yang mengharukan
antara Sultan dan Puteri Pahang. Dalam dialog tersebut, Puteri Pahang meminta
kepada Sultan agar ia dapat ikut serta dalam pencarian Raja Si Ujud, namun
Sultan merasa keberatan. Sultan Iskandar Muda memintanya untuk tetap tinggal di
Istana Darud Donya.
Setelah berdialog lama, yang
kadang-kadang sangat romantis, Puteri Pahang menitipkan pesan yang amat
berkesan. Puteri Pahang meminta agar Sultan Iskandar Muda mengejar Raja Si
Ujud sampai dapat dan dibawa ke Aceh, hidup
atau mati. Bila Sultan tidak dapat menemukannya di Johor, maka Raja si Ujud
harus dikejar sampai ke Pahang. Kalau di Pahang juga tidak ada, maka harus
dicari sampai ke Melaka. Bila di Melaka atau tempat lain di Semenanjung Tanah
Melayu juga tidak ada, maka haruslah dikejar sampai ke “Goa” (yaitu pusat
kekuatan dan kekuasaan Portugis di daerah India). Demikianlah pesan Puteri
Pahang.
Sekali lagi terjadi dialog
antara Puteri Pahang dan Sultan Iskandar Muda yang sangat mengharukan ketika
Sultan akan berlayar. Yaitu ketika Puteri Pahang tidak diizinkan melepaskannya
di Kuala Aceh, pangkalan Armada Cakra Donya, hanya cukup melepaskannya di
gerbang luar Istana Darud Donya. Hal ini dikarenakan Sultan Iskandar Muda tidak
ingin dilepaskan dengan air mata ketika ia menaiki kapal. Bahkan tidak
seorangpun para isteri atau tunangan hadir di Kuala Aceh.
Di gerbang luar Istana Darud
Donya, Puteri Pahang melepaskan Sultan Iskandar Muda dengan pesan-pesan yang
amat mengesankan. Pesan-pesan yang disampaikannya berbunyi:
“Harap Tuanku
waspada,
Dalam
pelayaran melintasi Selat Malaka,
Akan Tuanku
hadapi tiga bahaya,
Yang pertama
gelombang besar,
Bahaya kedua
di Asahan,
Tuanku
dihadang Raja Muda,
Yang ketiga
bahaya di Banang,
Tiga Aulia
bermakam di sana,
Karena itu
Tuanku,
Banang jangan
dihancurkan”.
Dalam dialog terakhir ini,
Puteri Pahang juga memperingatkan agar Sultan Iskandar Muda haruslah sangat
berhati-hati dan bijaksana dalam mengangkat Panglima Armada Cakra Donya. Ketika
salam pamitan, Puteri Pahang pun berucap haru:
“Kalau jadi
Tuanku berangkat,
Tinggal di
mana puteri yang hina,
Demi Allah,
Tuanku jangan pergi,
Sebelum pasti
kami tinggal dimana”.
“Ampun Tuanku
Duli Syah Alam,
Kupegang di
tangan, berangkat jangan,
Kalau Tuanku
menempuh daratan,
Musuh datang
lewat lautan,
Puteri
ditawan di istana…”
Dengan pasti Sultan Iskandar Muda pun menjawab:
“Sungguhpun
demikian, Tuan Puteri,
Dengarlah
peri madah beta,
Adinda
kuserahkan kepada Allah,
Tuhan
pencipta kita semua…”
Puteri Pahang kembali menjawab:
“Kalau kepada
Allah kami diserahkan,
Tuanku
kulepaskan dengan doa,
Berangkatlah,
Tuanku, dengan selamat,
Semoga Allah
memberi syuf’at…”
Demikianlah dialog
perpisahan romantis yang terjadi ketika Sultan Iskandar Muda hendak berangkat bersama
Armada Cakra Donya untuk memerangi Raja Si Ujud.
Aceh Masa Lampau - Kerajaan Sultan Iskandar Muda |
Dalam pelayaran menuju
Melaka, Iskandar Muda dengan beberapa pewira tingginya mendarat di Pidie. Dari
sanalah menempuh jalan darat menuju Kuala Jambo Aer, pangkalan Armada Selat
Melaka. Dalam perjalan dari Pidie menuju Jambo Aer, ikut bersama Iskandar Muda
pasukan-pasukan pilihan dari Pidie, Meurdu, Samalanga, Jeumpa, Geulumpang Dua,
dan sebagainya. Salah seorang yang terpenting dari Pidie, yaitu panglima Pidie,
merupakan seorang perwira muda yang sangat berani tetapi kurang perhitungan.
Dari Meurdu, ikut seorang ulama besar yang berasal dari Madinah, yang bernama Ja Pakeh. Beliau seorang perwira tinggi
dari Angkatan Perang Turki Usmaniyah yang datang ke Aceh dalam rangka kerjasama
antara Kerajaan Aceh Darussalam dan Kerajaaan Turki Usmaniyah. Ja Pakeh
diangkat menjadi penasehat untuk Armada Cakra Donya. Selain Ja Pakeh, seorang
Laksamana Muda yang berasal dari Meurdu juga ikut bersama Armada Cakra Donya,
yaitu bernama Maleem Dagang.
Sesampainya Iskandar Muda
dan rombongan di Kuala Jambo Aer, pangkalan Armada Selat Malaka, diadakan
musyawarah penting untuk mengangkat Panglima Armada Cakra Donya. Dua calon
ditampilkan, yaitu Panglima Pidie, seorang perwira tinggi Angkatan Darat, dan
Laksamana Malem Dagang, seorang perwira tinggi Angkatan Laut. Dengan nasehat
dari Ja Pakeh, maka Iskandar Muda mengangkat Maleem Dagang menjadi Panglima
Armada Cakra Donya, karena ia di samping memiliki sifat-sifat yang berani, juga
mempunyai sifat arif bijaksana.
Dalam perjalanan dari Jambo
Aer menuju Asahan, Armada Cakra Donya dihadang gelombang dan taufan dahsyat,
meski demikian Cakra Donya berhasil selamat sampai di Kuasa Asahan. Lepas dari
gelombang besar tersebut, Iskandar Muda dihadang oleh Raja Muda, Raja Negeri
Asahan (yang menurut Hikayat Maleem
Dagang masih ‘kafir’, belum islam). Berkat kebijaksanaan Laksamana Maleem
Dagang dan keberanian Panglima Pidie, Asahan dapat ditaklukkan, dan sejumlah
puteri istana –termasuk Permaisuri Raja Muda-, ditawan. Setelah Raja Muda
bersama seluruh rakyatnya menyatakan masuk islam, maka semua tawanan
dibebaskan. Bahkan Raja Muda diangkat menjadi Sultan Asahan di bawah
perlindungan Aceh.
Sesuai wasiat Puteri Pahang,
Banang tidak dihancurkan, karena menghormati dua Aulia Allah yang bermakam di
sana. Raja dan rakyat Banang menerima Iskandar Muda dengan rasa persaudaraan,
karena mereka memang telah memeluk islam.
Dari Banang, Armada Cakra
Donya menuju Johor, di mana raja dan rakyat Johor menerima Iskandar Muda dengan
sikap permusuhan. Dari sinilah peperangan dimulai hingga akhirnya Raja Si Ujud
ditemukan dan berhasil dikalahkan oleh Armada Cakra Donya. Raja Si Ujud ditawan
dan dibawa ke Aceh untuk akhirnya dihukum mati oleh Sultan Iskandar Muda.
(Cerita ini berdasarkan Hikayat
Maleem Dagang yang diceritakan kembali oleh A. Hasjmy -yang dikutip dari
Wan Shamsuddin dan Arena Wati dalam buku Sejarah
Tanah Melayu dan Sekitarnya- yang dikutip dari buku Seulawah Antologi Sastra Aceh Sekilas Pintas yang diterbitkan oleh
Yayasan Nusantara pada tahun 1995)
Ulasan yang menarik dan bermanfaat.
BalasHapusMungkin kalau boleh menyarankan jangan terlalu banyak merujuk ke Karangan Ali Hasymi, banyak pernyataan beliau yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Ada banyak buku yang telah ditulis mengenai Kerajaan Aceh Darussalam yang kini banyak terdapat di Pustaka Laiden Belanda, beberapa diantaranya bisa di akses di http://ebookgratis-musgp.blogspot.com/2009/06/aceh-dalam-sejarah-ebook-tentang-aceh.html
Semoga membatu....
Terimakasih ^_^
Hapusassalamualaikum nela,
BalasHapusboleh tau ga, lukisan2 itu sumbernya darimana ya? soalnya saya juga sering nyari2 ilustrasi istana aceh tapi belum pernah ketemu gambar seperti itu. terima kasih
Wa'alaikumsalam Syahrul...
HapusLukisan itu saya dapat dari Museum Tsunami melalui foto dan sedikit editan foto.
Kebetulan ada di pajang di antara pameran lukisan yang dipajang di gallery museum. ^_^