(Sejarah Garuda Indonesia)
Sejak saya
masih kecil, Lapangan Blang Padang menjadi objek wisata yang cukup
menarik bagi masyarakat Aceh. Lapangan ini sering dimanfaatkan untuk
menggelar berbagai acara, seperti upacara hari besar nasional, Pameran
17 Agustus, aneka perlombaan, pawai nasional dan daerah, sampai dengan
taman bermain sementara. Yang menarik perhatian saya sejak kecil adalah
adanya sebuah replika pesawat yang berada di salah satu sudut lapangan
Blang Padang ini. Pesawat ini menjadi kebanggan masyarakat Aceh, dan
setiap warga Aceh yang datang dari luar kota Banda Aceh selalu
menyempatkan diri untuk mengunjungi lapangan Blang Padang untuk melihat
replika pesawat tersebut dan mengabadikannya melalui foto. Sama seperti
pengalaman saya sewaktu masih kecil, ketika pawai anak-anak dalam rangka
memperingati hari besar nasional 17 Agustus, banyak masyarakat yang
berkerumun di bawah replika pesawat ini. Bahkan banyak fotografer yang
menawarkan untuk berfoto di replika pesawat tersebut. Melalui rasa
penasaran inilah, saya ingin mencari informasi mengenai sejarah pesawat
RI 001 yang menjadi kebanggan masyarakat Aceh ini. Anehnya, ketika saya
menanyakan kepada beberapa orang, baik orang yang dituakan, saudara,
maupun teman, tak ada yang tau pasti mengenai sejarah Pesawat RI 001
yang kini replikanya masih saja berdiri kokoh di Lapangan Blang Padang
Banda Aceh. Hingga satu ketika, saya menemukan sejarah ini melalui
sebuah majalah Garuda Indonesia, yang ternyata penerbangan Indonesia
yang berkembang hingga saat ini bermula dari sejarah pesawat RI 001 ini.
Berikut ini saya ingin berbagi sejarah pesawat RI 001:
Pada tahun 1948, guna menunjang mobilitas pemimpin pemerintahan, Presiden Soekarno menghimbau kepada pengusaha dan
rakyat Aceh untuk menghimpun dana guna pembelian pesawat terbang.
Terkumpulah dana tersebut untuk membeli pesawat tipe Douglas DC-3 Dakota
yang kemudian diberikan registrasi RI-001 dengan nama “Seulawah” yang
artinya ‘Gunung Emas’. Ini karena rakyat Aceh menyumbangkan banyak emas
guna menyumbangkan dana untuk membeli pesawat tersebut, yang pada masa
itu kira-kira mencapai 25 kg emas atau setara US$ 120.000.
Karena jadwal penerbangan yang cukup padat, maka pesawat
RI-001 harus menjalani perawatan di luar negeri, dan tanggal 7 Desember
1948 pesawat RI-001 mendarat di Calcuta untuk memulai perawatan. Namun,
ketika sedang menjalani perawatan di India, pada tanggal 19 Desember
1948 tentara belanda melancarkan Agresi Militer kedua, sehingga setelah
perawatan selesai, pesawat RI-001 tidak dapat kembali ke Indonesia.
Monument Pesawat RI 001 di Lapangan Blanng Padang, Banda Aceh. (Foto: Nelavie/2011)
Pada saat yang bersamaan, pemerintah Burma tengah
membutuhkan angkutan udara. Guna mencari dana bagi keberadaan para awak
pesawat, maka diputuskan RI-001 disewakan kepada pemerintah Burma.
Akhirnya, pada tanggal 26 Januari 1949 pesawat RI-001 tersebut
diterbangkan dari Calcuta ke Rangoon dan diberikan nama “Indonesian
Airways”.
Adapun nama “Garuda” diberikan oleh Soekarno sendiri
yang mengutip sajak Bahasa Belanda gubahan pujangga terkenal pada saat
itu, Noto Soeroto. Sajak tersebut berbunyi: “Ik ben Garuda, Vishno’e vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw einladen”, yang artinya ‘Aku adalah Garuda, burung milik Wishnu yang membentang sayapnya menjulang tinggi di atas kepulauanmu’.
Tanggal 28 Desember 1949, pesawat tipe Douglas DC-3
Dakota PK-DPD sudah dicat dengan logo “Garuda Indonesian Airways”
terbang dari Jakarta ke Yogyakarta untuk menjemput Presiden Soekarno.
Ini merupakan penerbangan pertama kali dengan nama “Garuda Indonesian
Airways”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar