Selamat datang di blog sederhana Nel@vie Online. Mengulas berbagai topik seputar Aceh, berita, wisata, adat, budaya, sejarah, galeri foto dan keindahan dalam sastra dan cerita. Kenali lebih dekat, telusuri lebih dalam, dan maknai dalam kehidupan. Semoga informasi yang tersedia dapat menambah wawasan pembaca.
Selamat Membaca!

Minggu, 15 Juli 2012

Temi Sumarlin, Antara Fashion dan Syariah

 Oleh: Nela Vitriani

Temi Sumarlin
Riuh alunan keramaian kota Banda Aceh di pagi hari mengantarkan langkahku menuju Mesjid Baiturrahman Banda Aceh yang menjadi kebanggaan masyarakat tanah rencong sekaligus menjadi ikon bagi Aceh. Sosok hijaber berkacamata hitam dengan senyuman khas menghiasi pertemuan kami di antara keramaian masyarakat kota Banda Aceh yang tengah berwisata rohani ke tempat bersejarah ini.
“Assalamualaikum Mbak Temi” sapaku saat kami saling berhadapan dan bersalaman. Tegur ramahnya mewarnai perjumpaan singkat kami yang langsung meninggalkan mesjid Raya Baiturrahman hendak menuju ke Bandara Sultan Iskandar Muda untuk mengantarkan Temi Sumarlin, atau yang akrab disapa Mbak Temi, kembali menuju ke kediamannya di Ibukota Jakarta, Jumat siang 13 Juni 2012.
Wawancara berlangsung saat kami berada di dalam mobil menuju bandara guna memanfaatkan waktu sembari mengejar jadwal keberangkatan.
“Sampai di sini saya langsung disuguhi steak ayam, rasanya khas banget dan unik. Bikin  pengen kemari lagi dan kembali mencicipi yang unik-unik seperti mie Aceh, canai dan nasi gurih,” katanya menggambarkan pengalaman pertamanya berada di Aceh saat mobil bergerak meninggalkan lokasi mesjid.
Selama di Aceh, Temi juga sempat mengunjungi beberapa objek wisata yang ada di Kota Banda Aceh, namun dia masih penasaran dengan keindahan kota Sabang yang belum sempat dinikmati dalam kunjungan pertama kalinya ini.
“Tempat yang paling ingin saya kunjungi itu pulau Sabang, kerana saya suka banget dengan tempat wisata pantai, tapi sayang saya belum sempat berkunjung ke sana,” ujarnya dengan nada pelan.
Mengenai Kota Banda Aceh yang kini dikenal dengan “Bandar Wisata Islami”, ia menilai Aceh memiliki sumber daya alam dan manusia yang potensial, untuk itu diharapkan ke depan Aceh menjadi kota yang jangan terdokrin dengan hal-hal yang terlalu kapitalis.
“Di sini sudah luar biasa bagus syariat Islamnya, itu harus dijalankan dengan Islam yang open minded  serta menjadi nanggroe yang sangat terbuka dengan berbagai macam perubahan namun punya jati diri yang tetap harus dipertahankan,” katanya.
“Jadi sekarang, apapun gempuran dari luar dan terpaan seperti hadirnya media yang terus berkembang, tapi masyarakat Aceh tetap punya benteng yang kuat. Karena mereka punya prinsip bahwa Aceh ini tidak cuma slogan aja Serambi Mekkah, namun juga mengakar pada individu orang-orang Aceh untuk tetap mempertahankan budaya keislamannya, itu sangat saya kagumi,” tambah sang desainer.
Temi Sumarlin juga memiliki kesan paling membekas selama berada di Aceh. Menurutnya Kota Banda Aceh merupakan kota yang berprinsip, dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah seperti polisi syariatnya tetap ada dan membantu penegakan hukum Islam.
“Sekarang yang dibutuhkan cuma membenahi kemasannya, jangan sampai orang-orang pakai jilbab karena terpaksa, tapi memang atas kesadaran kalau itu memang kewajiban. Perlu juga sosialisasi lebih dalam sehingga menggunakan kerudung tidak dianggap sebagai hal yang mengerikan, melainkan menjadikan kita lebih cantik,” tandasnya sembari menyambungkan “kulinernya juga enak, seperti roti dan seafood, tapi panasnya ini ngak tahan”, katanya lebih lanjut sambil tertawa ringan.

Fashion dan Muslimah Aceh
Selama tiga hari kedatangannya di Aceh, Temi mengikuti sejumlah kegiatan, di antaranya hijab class, juri potroe bungong, dan juri dalam fashion show dengn busana ready to wear.
Ketika ditanya mengenai kategori penjurian dalam event Putroe Bungong, Temi menilai kegiatan tersebut sangat bagus dan sangat menarik, karena turut mengangkat heritage Aceh degan rangakaian warna baju, tema dan lainnya.
Semuanya sudah bagus, cuma kemarin saya juga sempat ngobrol dengan juri lainnya, mungkin next event ada baiknya setiap peserta harus lebih cerdas dalam memilih material apa yang dipakai pada setiap peserta. Meraka juga harus jeli memilih sepatu dan pakaian yang nyaman seperti apa,” ujarnya.
Wanita yang saban harinya mengenakan kerudung itu juga menyambut gembira tingginya antusias masyarakat Aceh untuk ikut serta dalam kegiatan hijab class.
“Ternyata antusiasmenya cukup bagus dari putroe-putroe Aceh, banyak juga yang ikut serta. Artinya ketika di kelas mereka banyak nanya dan sharing mengenai cara memakai jilbab yang menarik, karena selama ini mereka hanya pake jilbab seadanya, ya.. jilbab segitiga dan belum berani untuk memodifikasi dengan gaya-gaya yang baru,” katanya dengan tersenyum.
Mengenai perkembangan desain terbaru darinya, Temi menyebutkan, yang terbaru saat ini bertemakan Play Ground. Tema ini lebih kepada material.
“Jadi kalau dulu lebih kepada warna pastel, maka sekarang karakter saya lebih banyak ke warna-warna yang cenderung dominan warna, seperti hitam, abu-abu, warna-warna earth, dan tanah,” tambahnya.
Untuk pengembangan modeling dunia muslimah khususnya di Aceh yang menerapkan Syariat Islam, dia berharap kegiatan seperti ini terus dilakukan setiap tahunnya, karena dinilai sebagai salah satu bentuk lain untuk campaign Visit Aceh 2013. Serta manjadi ajang pembuktian jika putroe-putroe Aceh selama ini memang care sama heritagenya.
“Nanti kontennya juga bisa bertambah, selain mereka membawakan peninggalan-peninggalan dari budaya Aceh, juga mungkin akan ada kelas-kelas lain. Misalnya kelas public speaking atau broadcasting yang nantinya bisa mengisi kemampuan meraka secara informal, pokoknya intinya harus ada terus lah,” tegasnya kembali yang diiringi dengan senyuman yang memperlihatkan keakraban.
Saat mengakhiri wawancara, desainer Mbak Temi juga sempat membagi ceritanya membawa kopi Aceh  dan bordiran khas aceh sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ke Jakarta, dan harapannya suatu saat nanti ia dapat kembali ke Aceh dan membeli kain songket Aceh yang sempat menarik perhatian dan minatnya akan kain khas Aceh tersebut saat menghadiri acara Putroe Bungong di Museum Tsunami lalu.
“Saya sempat tertarik banget dengan kain-kain yang dipakai para peserta, unik-unik dan bagus banget motifnya. Jadi kepingin deh untuk melihat langsung tempat pembuatannya dan membeli kain itu. Sepertinya bagus kalau dikombinasikan dengann desain saya” ungkapnya penuh harap. (Nelvie)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar