Selamat datang di blog sederhana Nel@vie Online. Mengulas berbagai topik seputar Aceh, berita, wisata, adat, budaya, sejarah, galeri foto dan keindahan dalam sastra dan cerita. Kenali lebih dekat, telusuri lebih dalam, dan maknai dalam kehidupan. Semoga informasi yang tersedia dapat menambah wawasan pembaca.
Selamat Membaca!

Selasa, 22 Mei 2012

Belajar dari Semut

Oleh: Nela Vitriani

Hari ini aku mendapatkan ilmu dari semut-semut. Sebuah pengalaman yang mungkin bagi kebanyakan orang tidak terlalu penting. Makhluk kecil mungil ini mengantarkan pikiranku akan analisis rejeki yang telah Allah swt. gariskan dan Allah swt. tetapkan bagi seluruh makhluk di bumi ini. Subhanallah…
Di suatu pagi yang mendung, perutku terasa lapar. Aku ingat ada sebungkus roti yang kusimpan di dalam tas ranselku. Sudah setengah hari aku melupakan si roti, berhubung sibuk terus dengan kegiatannku. Akibatnya, si roti sedikit mengalami ‘kejamuran’ (itu cuma bahasa plesetanku aja ya hehe. Artinya dalam roti terdapat sedikit jamur akibat sudah beberapa hari dibiarkan. Itu karena roti bukan jenis makanan yang tahan lama-red). Karena jamurnya masih sangat sedikit, jadi tak masalahlah utk aku buang serpihan-serpihan jamur itu dan rotinya masih layak untuk dimakan. Aku membuang serpihan roti ke luar jendela. Dan tak lama kemudian, satu persatu semut berdatangan mendekati serpihan-serpihan roti yang kubuang tadi. Padahal sebelumnya tak satu pun semut yang kelihatan di sekitar jendela kamarku.

 Lama aku memperhatikan semut-semut itu. Ada yang hanya sekedar jalan berlalu tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri. Ada yang langsung mendekati serpihan yang besar dan langsung ‘mencicipi’ roti itu. Ada juga semut yang kebetulan langsung mendapatkan serpihan kecil, kemudian langsung juga dibawa pulang. Tahukah apa yang aku pikirkan? Bahwa Allah swt. MEMANG SUDAH MENGATUR REJEKI UNTUK SETIAP MAKHLUK. Hanya saja BAGAIMANA CARA ‘MAKHLUK’ ITU MENEMUKAN REJEKINYA. Apakah ia dapat langsung menemukan rejeki yang besar? Atau menemukan rejeki yang jumlahnya kecil? Atau justru kita hanya melewati rejeki itu tanpa kita sadari dan kita tidak memperoleh apa pun? Marilah kita belajar dari semut-semut ini.
Hari yang mendung kini berganti hujan. Aku terus saja memperhatikan tingkah sang semut-semut kecil. Allah swt. tidaklah sengaja membuat rotiku berjamur, kemudian tidaklah mungkin secara kebetulan juga Allah swt. meletakkan serpihan-serpihan roti itu berada di luar jendela kamarku, sehingga ketika semut-semut itu ‘berusaha mencari rejekinya’, mereka dapat menemukan tempatnya. Namun, ‘siapa’ yang menemukan rejeki-‘nya (besar, kecil, atau tidak dapat sama sekali)? Itu semua bergantung kepada USAHA YANG DIA LAKUKAN. Semut pertama sama sekali tidak menoleh ke kiri atau ke kanan, ia berjalan lurus sehingga tidak menemukan letak makanan (-walau sebenarnya semut dikaruniai oleh Allah swt. pendeteksi makanan dalam tubuhnya-red), tapi mungkin belum ia gunakan secara maksimal. Semut kedua berhenti sejenak dan menoleh ke arah kanan, maka ia menemukan makanan dengan serpihan yang besar. Sedangkan semut ketiga, ia berjalan tidak mengikuti temannya dan memutar ke arah kiri, maka ia menemukan serpihan yang kecil, yang tidak memberatkan tubuhnya sehingga ia bisa langsung membawanya pulang. Nah, apa yang bisa kita pelajari dari sini?
Kita sering bertanya-tanya kenapa rejeki kita masih juga belum datang? Atau terkadang kita sering membanding-bandingkan rejeki yang didapat oleh orang lain yang biasanya lebih banyak dari rejeki yang kita punya. Dan banyak pula orang berpendapat, “mungkin usahanya kurang”. Bisa jadi pernyataan ini benar.
Yang perlu diyakinkan dalam diri kita adalah ALLAH SWT. SUDAH MENYEDIAKAN DAN MELETAKKAN REJEKI KITA DI SATU ‘TEMPAT’ YANG KITA BELUM TAU DIMANA LETAKKANYA. ‘Tempat’ yang dimaksud dapat kita temukan melalui ‘Usaha’ yang berupa ‘kemampuan, keahlian, kemauan, tekad, dan lokasi’.  Yang dimaksud dengan ‘tempat’ bisa berupa lokasi dimana kita berada. Ketika kita berada di satu kota, mencari kerja kesana-kemari tapi tak kunjung dapat, sudah memasukkan lamaran dan berkas-berkas ke berbagai perusahaan di kota tempat kita menetap tapi malah hasilnya nihil, bisa jadi Allah swt. meletakkan rejeki kita di kota/daerah lain. Ketika kita diterima di satu perusahaan yang justru menugaskan kita ke daerah lain, biasanya kita akan mempertimbangkan banyak hal, misalnya daerah tersebut merupakan perkampungan yang tidak mempunyai banyak fasilitas yang biasa mudah kita dapat di tempat kita tinggal, atau jarak yang terlalu jauh, dsb. Tapi kita tak pernah tau bisa jadi Allah swt. meletakkan rejeki yang besar untuk kita justru di daerah tersebut. Contohnya ketika semut pertama berjalan lurus, ia tidak menemukan apa-apa, padahal kalau saja ia berbelok ke kanan atau ke kiri, ia akan dapat menemukan serpihan-serpihan roti, baik yang besar ataupun yang kecil.
‘Tempat ‘ yang dimaksud bisa juga berupa ‘keahlian atau kemampuan’. Kita mempunyai keahlian tertentu yang Allah swt. anugerahkan untuk kita, tapi malah kita sia-siakan hanya karena mendengar ‘kata orang’ (misalnya “untuk apa sih jadi bla…bla…bla, nanti kamu malah begini, begitu, begini….), atau terlalu mengutamakan ‘gengsi’ (seperti “Ah, malu ah kerja sebagai ….ini, nanti dilihat orang gimana? Ah, kerja sebagai …..ini kan dipandang orang rendah” bla…bla..bla…dan seterusnya), padahal bisa jadi ‘letak’ rejeki yang besar kita ada di sana. Contoh kecil saja, banyak orang yang malu menjadi seorang kuli bangunan, pekerjaan yang tidak bergengsi, berat, dan melelahkan, bahkan direndahkan orang. Padahal pekerjaan tersebut halal kan? Bila anda ditawarkan 2 pekerjaan dengan pendapatan yang berbeda, mana yang akan anda pilih? Menjadi kuli bangunan dengan bayaran Rp.3 juta/bulan karena sedang ada proyek besar-besaran, atau menjadi staff di sebuah perusahaan ternama dan besar, tapi Anda hanya digaji Rp.800.000/bulan. Mana yang akan anda pilih? Masihkah menurut gengsi? Anda sendiri yang tau jawabannya!
‘Tempat’ yang dimaksud juga bisa bermakna ‘tekad’. Ketika kesempatan untuk memperoleh rejeki itu datang, sesuai dengan minat dan kemampuan kita, tanpa ada kemauan dan tekad yang kuat sama saja rejeki yang seharusnya kita dapatkan dengan jumlah yang besar, tapi justru hanya mampu kita dapatkan yang kecil saja. Contoh si semut yang mendapatkan serpihan roti yang besar, namun karena tidak seimbang dengan berat tubuhnya maka ia harus memotongnya menjadi serpihan yang kecil agar bisa dibawa pulang. Atau memanggil teman-teman lainnya untuk bergotong royong membawanya bersama. Tapi justru dengan tekadnya yang kuat, seberat apa pun beban yang ia pikul, ia akan berusaha sekuat tenaga untuk menggeser serpihan besar roti itu walau sebenarnya menurut logika sangat mustahil untuk dibawa sendirian. Nyatanya, dengan tekad si semut itu, serpihan roti yang besar bisa digerakan walau hanya beberapa millimeter saja.
Masih banyak hal yang bisa kita petik pelajaran berharga dari setiap makhluk yang Allah swt. ciptakan. Tak perlu kita membanding-bandingkan rejeki yang di dapat oleh orang lain dengan rejeki yang kita punya. Terkadang kita merasa ‘takut’ untuk memulai dan mencoba sesuatu yang baru. Ketika kita sudah bekerja di satu tempat dengan gaji kecil, kita hanya bisa menerima ‘pasrah’ dengan rejeki kita itu. Padahal bisa jadi, ketika kita mau mencoba melamar perkerjaan di tempat lain, atau membuka usaha sendiri, justru pendapatan yang akan kita peroleh akan lebih besar daripada di tempat kerja kita sebelumnya. Ketakutan yang ada dalam benak kita bisanya “Takut kalau nanti keluar dari perusahaan ini, gajinya lebih kecil”, atau “Takut nanti kalau berhenti dari pekerjaan ini, bisa-bisa gak dapat kerjaan lagi” dan seterusnya. Yang perlu diyakinkan, Allah swt. sudah memberikan ‘jatah’ rejeki bagi masing-masing individu, hanya ‘kemana dan bagaimana’ cara kita menemukan rejeki kita itu. Kalau kita tidak berani untuk memulai, bagaimana kita dapat mengetahui perubahan untuk hidup kita sendiri? “Takut gagal? Itu adalah resiko. Artinya, itu bukan jalan atau tempat rejeki kita, maka carilah jalan atau tempat yang lain.” Begitulah yang kira-kira bisa kuambil intisari kutipan dari seorang motivator yang tengah digandrungi masyarakat Indonesia, Mario Teguh.
Selain takut gagal, takut juga pekerjaan yang kita geluti dicemooh orang? Pekerjaan yang tidak bergengsi? Atau takut direndahkan orang? Sadarlah dan lihatlah, apakah orang yang mencemooh atau merendahkan itu sudah terjamin rejekinya dapat yang besar? Atau lebih besar mana rejeki yang kita dapat dari kerjaan yang tidak bergengsi itu dengan rejeki orang yang merendahkan tersebut? Apakah sudah ada jaminan baginya dikemudian hari ia akan menjadi orang kaya? Atau malah justru dengan pekerjaan yang tidak bergengsi kita itu yang malah membawa kita menjadi orang yang berkecukupan, atau malah lebih? Baiknya merubah pola pikir kita akan kalimat ‘merendahkan orang lain’ dari pekerjaan yang ia usahakan, kecuali bila ia bekerja dengan pekerjaan yang tidak halal, barulah tugas kita ‘mengingatkan’. Jadi bedakan ya antara ‘merendahkan’ gara-gara kerjaannya tidak bergengsi, dengan ‘mengingatkan’ bahwa pekerjaan itu tidak baik menurut agama. Jelas banget bedanya kan?
Semoga apa yang tertulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Ini hanya analisis pribadi saya mengenai rejeki yang saya peroleh dari semut. Insyaallah mudah-mudahan tulisan ini juga menjadi motivasi dan nasehat bagi saya pribadi sebagai penulis. Dan semoga bagi yang membaca dimudahkan rejekinya oleh Allah swt. dan menemukan ‘tempat’ rejeki-nya masing-masing, bila perlu menemukan ‘tempat’ rejeki yang paling besar seperti semut yang berbelok ke arah kanan. Mudah-mudahan usaha kita merupakan usaha yang baik dan halal, yang dapat membawa berkah bagi kehidupan kita kelak. Aamin yaa Rabbal’alamin. Wallahu’alam. Salam hangat untuk semua pembaca...

(Tulisan ini telah dimuat di majalah POTRET edisi 60 hal. 24-25)

4 komentar:

  1. luar biasa pembahasannya.
    meunyoe kheun ureung aceh 'tapak jak aki menari, na tajak na raseuki'

    BalasHapus
  2. hmmmm,,,,,mencerahkan,,,,bernas yah,, :)

    BalasHapus