Museum Tsunami merupakan museum tempat mengenang kembali
peristiwa dahsyat yang pernah melanda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 silam,
yang kurang lebih menelan korban sebanyak 240.000 jiwa. Museum ini terletak di
Jalan Sultan Iskandar Muda dekat Simpang Jam dan berseberangan dengan Lapangan
Blang Padang kota Banda Aceh. Bangunan museum ini konon didesain oleh seorang
Guru Besar Seni Rupa ITB yang bernama Dr. Ir. Kamal A. Arif, M.Eng. yang
merupakan pakar museum dan sejarah. Desain yang berjudul Rumoh Aceh as Escape Hill ini mengambil ide dasar rumoh Aceh yaitu rumah tradisional masyarakat Aceh
berupa bangunan rumah panggung. Adapun tujuan pembangunan museum ini tidak
hanya menjadi sebuah bangunan monumen, tetapi juga sebagai objek sejarah,
dimana bangunan ini menjadi tempat pusat penelitian dan pembelajaran tentang
bencana tsunami sebagai simbol kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi
bencana tsunami. Selain itu bangunan ini diharapkan menjadi warisan untuk
generasi Aceh di masa mendatang sebagai pesan dan pelajaran bahwa tsunami
pernah melanda Aceh yang telah menelan banyak korban. Pembangunan museum ini
telah menghabiskan anggaran mencapai 140 miliyar rupiah.
|
Foto Museum Tsunami Aceh diambil dari kuburan Kerkhof |
Bangunan
museum ini terdiri dari 4 tingkat dengan hiasan dekorasi bernuansa islam. Dari
arah luar dapat terlihat bangunan ini berbentuk seperti kapal, dengan sebuah
mencu suar berdiri tegak di atasnya. Tampilan eksterior yang luar biasa yang
mengekspresikan keberagaman budaya Aceh terlihat dari ornamen dekoratif unsur
transparansi elemen kulit luar bangunan. Ornamen ini melambangkan tarian saman
sebagai cerminan Hablumminannas,
yaitu konsep hubungan antar manusia dalam Islam).
Pada lantai
dasar museum terdapat ruang terbuka yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik.
Lantai ini dibuat meninggi yang betujuan sebagai escape hill, sebuah taman berbentuk bukit dapat dijadikan sebagai
salah satu antisipasi lokasi penyelamatan jika terjadi banjir dan bencana
tsunami di masa mendatang. Setiap lantai (berukuran 25 meter x 20 meter) dapat
menampung ribuan warga dalam kondisi darurat.
Ketika memasuki gedung ini, ruang pertama yang akan
disinggahi pengunjung adalah ruang renungan. Dalam ruangan ini terdapat sebuah
lorong sempit dan remang sekaligus dapat mendengarkan suara air yang mengalir
beserta suara azan. Pada kiri dan kanan dinding lorong tersebut terdapat air
yang mengalir yang diibaratkan gemuruh tsunami yang pernah terjadi di masa
silam.
|
Lorong ruang renungan Museum Tsunami Aceh |
Setelah
melewati ruang renungan, pengunjung museum akan memasuki ruang berkaca memorial
hill yang dilengkapi dengan monitor yang dapat digunakan untuk mengakses
informasi mengenai peristiwa tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004
silam.
|
Ruang cerobong "The Light of God" |
Setelah ruang memorial hill, pengunjung akan memasuki ruang The Light of God, yaitu sebuah ruang
berbentuk sumur silinder yang menyorotkan cahaya remang kekuningan. Pada puncak
ruangan terlihat kaligrafi arab berbentuk tulisan ALLAH dalam sebuah lingkaran.
Pada dinding-dinding ruangan ini dipenuhi tulisan nama-nama korban tsunami yang
tewas dalam peristiwa besar tersebut. Bangunan yang menyerupai tower ini
mengandung nilai-nilai religi yang merupakan cerminan dari Hablumminallah (yaitu konsep hubungan manusia dengan Allah).
Ruangan ini juga menjadi akses menuju tingkat kedua bangunan museum tsunami.
|
Kaligrafi Allah di atas cerobong |
Sedangkan pada lantai dua merupakan akses ke ruang-ruang
multimedia seperti ruang audio dan ruang 4 dimensi, ruang pamer tsunami (trunami
exhibition room), ruang pre-tsunami, while stunami, dan post-tsunami.
|
Museum Tsunami tampak dari dalam |